Rabu, 10 Januari 2018

Makalah Tafsir Tahlili Juz 6-10

I
PENDAHULUAN
Al-quran diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Agaknya tidak berlebihan jika dikemukakan bahwa diantara cabang ilmu yang sangat penting dari rumpun-rumpun ilmu Alquran adalah ilmu Tafsir. Hal ini bukan karena semata-mata lebih tua dariu cabang-cabang ilmu-ilmu Alquran lainnya, akan tetapi lebih kepada peranannya yang sangat penting dalam menggali dan memahami ayat-ayat Alquran. Dalam perjalanan waktu yang sangat panjang, sejak turunnya Alquran kepada nabi Muhammad Saw., ilmu Tafsir terus berkembang dan terdapat banyak kitab-kitab tafsir dengan corak yang beraneka ragam. Para ulama tafsir belakangan memilah-milih kitab teresbut berdasarkan metode penafsirannya, baik ijmali, tahlili, maudhu’i dan muqaran.                                                             
Yang paling populer dari antara corak atau metode penafsiran tersebut adalah metode tahlili dan maudhu’i. Penafsiran dengan metode tahlili yang oleh Baqir dinamai sebagai metode Tajzi’i adalah sebuah metode tafsir dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat demi ayat atau surah demi surah sebagaimana tersebut dalam mushaf. Untuk lebih jelasnya, makalah ini akan membahas beberapa kajian yang terkait dengan tafsir tahlili tersebut.


II
PEMBAHASAN
A. Tafsir Tahlili Ayat 41-47 Surat At-Taubah

PERINTAH PERANG
انفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجٰهِدُوا۟ بِأَمْوٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿التوبة:٤١﴾

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Kosakata:  فِى سَبِيلِ اللَّهِ

Fi sabilillah, terdiri dari kata  fi  sebagai kata penghubung yang di atau di dalam. Kata sabilillah adalah sifah musyabbahah bi isim fa’il dari sabala –yasbulu-sablan, yang berarti jalan yang menyampaikan seseorang pada Allah, baik melalui akidah, maupun perbuatan. Secara khusus fi sabilillah berperang melawan musuh agama. Secara umum makna fi sabilillah mencakup segala perbuatan atau amal yang ikhlas, yang dipergunakan untuk taqarrub kepada Allah dengan melaksanakan segala perbuatan yang wajib ataupun sunna`h. Dan kata fi sabilillah disebutkan 67 kali dalam Al-Qur’an dan tersebar di berbagai surat.

Munasabah

Ayat-ayat yang lalu mengecam orang-orang yang tidak pergi berperang bersama Rasulullah saw, dan yang merasa enggan pada waktu dianjurkan dan diperintahkan berperang. Ayat ini mewajibkan setiap muslim pergi berperang dan tidak dibenarkan tidak ikut berperang mempertahankan diri, tanah dan agama tanpa alasan.

Tafsir

          Pada ayat ini diterangkan bahwa apabila keselamatan kaum muslimin terancam, berperang bukan lagi anjuran, tetapi wajib, sehingga tidak seorang muslimin pun yang dibenarkan untuk tidak ikut dalam ekspedisi itu. Setiap orang yang sehat, dewasa, kaya dan miskin wajib tampil ke medan juang untuk membela islam dan menegakkan kebenaran. Orang-orang yang uzur yang dibenarkan syarat tidak diwajibkan, seperti terlalu tua, lemah fisik, cacat, tak berdaya, sakit keras dll. Karena mereka akan menjadi beban jika diikutsertakan. Firman Allah swt:

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ  
Artinya:
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. (9: 91)
 Mereka diperintahkan berjihad berjaga-jaga dari serangan musuh, mempertahankantanah air, mendermakan harta dan dirinya untuk menegakkan keadilan, dan meninggikan kalimat Allah, tampil ke medan perang maupun berjihad dengan harta, dengan maksud menjunjung tinggi derajat umat dan agama. Jika dilakukan dengan ikhlas akan memberi kebahagian di dunia dan di akhirat kelak. Dalam tafsir al-Misbah karangan M. Quraish Shihab, Imam az-Zuhri meriwayatkan bahwa ulama besar, Sa’id Ibnu al-Musayyib, ikut berpa   tisipasi       dalam peperangan walaupun salah satu matanya tidak melihat lagi. Ketika ada yang berkata kepadanya “Bukankan engkau memiliki udzur untuk tidak ikut?” beliau menjawab: ”Allah memerintahkan untuk pergi berjihad bagi yang keadaannya ringan dan berat, kalau aku tidak dapat ikut berperang, paling tidak aku memperbanyak jumlah pasukan dan akupun dapat menjaga barang-barang dan perlengkapan.”                                                                              
         

REAKSI ORANG MUNAFIK TERHADAP PERINTAH PERANG

وْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَّاتَّبَعُوكَ وَلٰكِنۢ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ ۚ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكٰذِبُونَ ﴿التوبة:٤٢﴾ عَفَا اللَّهُ عَنكَ لِمَ أَذِنتَ لَهُمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَتَعْلَمَ الْكٰذِبِينَ ﴿التوبة:٤٣﴾ لَا يَسْتَـْٔذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ أَن يُجٰهِدُوا۟ بِأَمْوٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌۢ بِالْمُتَّقِينَ ﴿التوبة:٤٤﴾ إِنَّمَا يَسْتَـْٔذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِى رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ ﴿التوبة:٤٥﴾
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu”. Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.(42)
Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?(43)
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.(44)
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.(45)
Kosakata:  الشُّقَّةُ

          Kata asy-syuqqah diambil dari syaqqa – yasyuqqu – syaqqan wa masyaqqatan, yang berarti berat dan melelahkan, lawan dari mudah dan kebahagian. Maksud dari ungkapan ini adalah perjalanan jauh. Perjalanan jauh pada umumnya dirasakan berat, atau melelahkan. Sifat orang-orang munafik seperti yang disebutkan pada surat at-Taubah(9:42), muncul karena mereka enggan mengikuti ajaran nabi Muhammad untuk berjihad, maka walaupun perjalan untuk berjihad tidak berapa jauh jaraknya dari tempat tinggal mereka, namun terasa jauh bagi mereka. Kata asy-syuqqah hanya sekali disebutkan dalam Al-Qu’an.

Munasabah  

          Ayat-ayat yang lalu menganjurkan kepada kaum muslimin agar turut serta ke medan perang kemudian disusul dengan mewajibkan perang kepada mereka. Ayat-ayat ini menerangkan reaksi dan sikap sebagian kaum munafik terhadap anjuran dan perintah wajib perang itu.

Tafsir

           (42) Ayat ini menjelaskan latar belakang tidak ikutnya orang-orang munafik ke medan perang  sekalipun sudah  diumumkan perintah wajib perang. Di antara alasan dari keengganan mereka, karena pergi berperang akan menempuh jarak yang  jauh, pada musim panas, dalam keadaan serba kekurangan, dan belum tentu menang serta memperoleh rampasan perang (ganimah). Mereka bersikap pesimis, karena yang dihadapi adalah tentara Romawi yang terlatih, kuat, dan banyak jumlahnya.
Jika mereka diperintahkan ke tempat yang dekat yang tidak mengharuskan mereka bersusah payah dalam perjalanan, pasti mendapatkan kemenangan, dan memperoleh keuntungan dengan mudah, tentunya mereka mau dan tidak akan enggan berperang. Untuk menyembunyikan kemunafikannya, mereka tidak segan bersumpah dengan nama Allah bahwa jika mereka sanggup dan ada kemampuan, tentunya mereka ikut berangkat bersama. Sumpah ini mereka ucapkan sebagai alasan ketika kaum Muslimin sudah kembali dari perang Tabuk dengan selamat dan berada sudah di tengah- tengah mereka, sebagaimana firman Allah:
يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ
Mereka (orang-orang munafik yang tidak ikut berperang) akan mengemukakan alasannya kepadamu ketika kamu telah kembali kepada mereka. (at-Taubah 9: 94)
 Mereka menduga bahwa sumpah palsu yang mereka ucapkan itu menguntungkan mereka dan dapat menutupi kemunafikannya, padahal sebenarnya tindakan itu hanya mencelakan mereka. Di samping itu, sumpah palsu termasuk salah satu dosa besar, sebagaimana sabda Rasulullah saw: ”Dosa besar itu ialah, menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua ibu bapak, membunuh diri seseorang dan bersumpah palsu.” (Riwayat al-Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘As)
Allah swt mengetahui kebohongan dan kepalsuan sumpah mereka dan Allah akan membalas semuanya itu.
 (43) Menurut riwayat Mujahid, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang munafik yang minta izin kepada Rasulullah dengan berbagai alasan untuk tidak pergi berperang. Padahal dizinkan atau tidak, mereka tetap saja akan tinggal di Medinah, dan tidak akan ikut ke medan perang.
 Allah telah memaafkan  Nabi Muhammad saw karena telah memberikan izin kepada beberapa orang munafik tidak turut bersama ke medan perang setelah mereka mengemukakan alasan yang dibuat-buat, sebelum ada wahyu dari Allah swt yang memberikan persetujuan atas permintaan mereka itu. Andaikan Nabi Muhammad saw memenuhi permintaan mereka dan tidak mengizinkan mereka, tentulah rahasia mereka terbuka, sebab diizinkan tau tidak, mereka tidak akan pergi bersama ke medan peran.
 (44) orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tentu tidak akan mencari-cari alasan untuk tidak ikut berperang membela agama dan menegakkan kebenaran. Mereka juga tidak akan meminta izin kepada Rasulullah saw untuk tidak berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka, bahkan sebaliknya mereka selalu siap sedia mengorbankan hartanya, sesuai dengan kemampuannya, bahkan jiwanya pun siap dikorbankan. Allah swt mengetahui orang-orang yang bertakwa kepada-Nya yaitu orang-orang yang selalu menghindari hal-hal yang menyebabkan kemurkaan Allah, dan mengerjakan apa-apa yang diridai-Nya.
(45) Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang minta izin kepada Rasulullah saw untuk tidak turut berijihad tanpa alasan yang dapat diterima,  adalah orang-orang munafik yang tidak beriman kepada Allah swt, tidak mengakui keesaan-Nya, dan tidak percaya kepada hari akhir. mereka menyangka bahwa membelanjakan harta kekayaan di jalan Allah, adalah suatu kebodohan dan kerugian serta  berjihad dengan mengorbankan jiwa adalah semata-mata kerugian dan penderitaan saja. Di dalam hati mereka tersimpan perasaan ragu kepada kebenaran agamanya. Mereka selalu bingung dan bimbang. Mereka mau bekerja sama dengan orang-orang mukmin dalam urusan yang mudah, tetapi dalam hal yang agak sulit dan berat seperti berperang, mereka mengelak dan mencari berbagai alasan yang dibuat-buat untuk menghindar atau membebaskan diri dari kewajiban tersebut.


MENGADU DOMBA ADALAH SIFAT ORANG MUNAFIK
وَلَوْ أَرَادُوا۟ الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا۟ لَهُۥ عُدَّةً وَلٰكِن كَرِهَ اللَّهُ انۢبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا۟ مَعَ الْقٰعِدِينَ ﴿التوبة:٤٦﴾
لَوْ خَرَجُوا۟ فِيكُم مَّا زَادُوكُمْ إِلَّا خَبَالًا وَلَأَوْضَعُوا۟ خِلٰلَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمّٰعُونَ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌۢ بِالظّٰلِمِينَ ﴿التوبة:٤٧﴾

Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu”.(46)
Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.(47)
Kosakata: خَبَالًا
Kata khabalan diambil dari khabala – yakhbulu - khablan wa khabalan, yang berarti kerusakan. Pada mulanya kerusakan pada anggota badan. Ungkapan khubilat yaduhu artinya tangannya terpotong dan rusak. Kemudian dipakai untuk hal hal yang maknawi. Ayat 47 at-Taubah menyebutkan bahwa  jika orang munafik keluar bersama kaum Muslimin untuk berjihad, atau jumlah mereka sedikit, niscaya mereka akan berbuat kerusakan. Mereka itu pasti akan masuk ke celah-celah kaum Muslimin untuk mengetahui rahasia serta kekuatan dan kelemahan, lalu menghembuskan isu-isu negatif, untuk mengacaukan yang menimbulkan kerusakan di antara kaum Muslimin.
Munasabah
 Ayat-ayat yang lalu menerangkan bahwa orang-orang yang merasa enggan memenuhi seruan Nabi Muhammad saw dan meminta izin untuk tidak berperang ialah orang-orang munafik. Ayat-ayat ini menerangkan sifat sifat mereka yang membahayakan, di antaranya suka membuat kekacauan di barisan kaum Muslimin.

Tafsir
          (46) Ayat ini menerangkan bukti kepalsuan sumpah mereka dan kebohongan ucapan mereka, yaitu tidak terdapatnya tanda-tanda bahwa mereka akan ikut berperang. Kalau benar mereka mau berangkat ke medan perang tentunya mereka menyiapkan peralatan yang diperlukan seperti bekal, kendaraan, senjata, dan sebagainya.
 Tidak berangkatnya orang-orang munafik ke medan peran merupakan keuntungan bagi kaum Muslimin, karena kalau mereka ikut bersama ke medan perang, mereka tentu akan mengadu domba antara kaum Muslimin dan mengacaukan barisan. Itulah sebabnya Allah menjadikan niat mereka lemah, khawatir, dan ragu-ragu di dalam hatinya, menyebabkan mereka merasa enggan dan tidak mau berangkat, seakan ada yang mengatakan kepada mereka dengan nada marah, “Tinggal sajalah kamu sekalian bersama anak-anak, perempuan, orang lemah, orang sakit, dan tak usah berangkat ke medan perang.” Perkataan ini menyenangkan orang-orang munafik karena dianggapnya kata-kata itu sesuai dengan kehendak dan keinginannya, sekalipun kata-kata itu diucapkan dengan nada yang kurang menyenangkan.
(47) Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa kalaupun orang-orang munafik yang meminta izin itu berangkat juga bersama kaum Muslimin, mereka tidak akan menambah ketenangan dan semangat kaum Muslimin, tetapi sebaliknya mereka akan mengacaukan konsentrasi kaum Muslimin dan merusak persatuan, serta melemahkan sikap tegar mereka, Allah mengetahui orang-orang yang zalim dan memberi balasan yang setimpal di hari kemudian nanti.
  
Kesimpulan
1.       Berperang itu wajib hukumnya bila kondisinya sudah mengharuskan kaum mukmin berperang, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun berat.
2.       Berperang itu membutuhkan pengorbanan dengan harta dan nyawa. Pengorbanan dengan harta dan jiwa di jalan Allah dinamakan Jihad fi sabilillah. Jihad fi sabilillah adalah jalan terbaik mencari rida Allah dan puncak ajaran Islam.
3.       mampu berjihad fi sabilillah karena mereka tidak siap mengikuti perjalanan jauh dan mereka ragu terhadap janji Allah. Mereka suka mencari-cari alasan. Sikap seperti itu sebenarnya membinasakan diri mereka sendiri. Allah Mahatahu mereka itu pembohong.
4.       Orang-orang yang meminta izin pada Rasulullah saw. untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan jiwa itu adalah orang-orang munafik yang imannya masih ragu-ragu. Allah tidak suka mereka ikut berjihad karena akan mengacaukan saf para Mujahidin dengan menyebar isu-isu bohong karena ingin mencelakakan kaum mukmin.
5.       Kelompok munafiqun itu sudah ada di zaman Rasul saw. dan akan tetap ada sampai kiamat. Mereka perusak umat dari dalam.


Daftar Pustaka

Kementrian Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya jilid 4. Jakarta: Lembaga    Percetakan Al-Qur’an Kementrian Agama, 2010


Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah volume 5. Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2012

Makalah Tafsir Tahlili Juz 1-5

I
PENDAHULUAN
Al-quran diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Agaknya tidak berlebihan jika dikemukakan bahwa diantara cabang ilmu yang sangat penting dari rumpun-rumpun ilmu Alquran adalah ilmu Tafsir. Hal ini bukan karena semata-mata lebih tua dariu cabang-cabang ilmu-ilmu Alquran lainnya, akan tetapi lebih kepada peranannya yang sangat penting dalam menggali dan memahami ayat-ayat Alquran. Dalam perjalanan waktu yang sangat panjang, sejak turunnya Alquran kepada nabi Muhammad Saw., ilmu Tafsir terus berkembang dan terdapat banyak kitab-kitab tafsir dengan corak yang beraneka ragam. Para ulama tafsir belakangan memilah-milih kitab teresbut berdasarkan metode penafsirannya, baik ijmali, tahlili, maudhu’i dan muqaran.                                                             
Yang paling populer dari antara corak atau metode penafsiran tersebut adalah metode tahlili dan maudhu’i. Penafsiran dengan metode tahlili yang oleh Baqir dinamai sebagai metode Tajzi’i adalah sebuah metode tafsir dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat demi ayat atau surah demi surah sebagaimana tersebut dalam mushaf. Untuk lebih jelasnya, makalah ini akan membahas beberapa kajian yang terkait dengan tafsir tahlili tersebut.


II
PEMBAHASAN
A. Tafsir Tahlili Ayat 101-104  Surat An-Nisa’

KEWAJIBAN MENGERJAKAN SHOLAT DALAM KEADAAN BAGAIMANAPUN

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِى ٱلْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا۟ مِنَ ٱلصَّلَوٰةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱلْكَٰفِرِينَ كَانُوا۟ لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu(An-Nisa' 4:101)

Kosakata:  يَفْتِنَكُمُ
   Yaftinakum, Akar kata dari kalimat ini adalah al-fatn artinya memasukkan emas ke dalam api untuk bisa diketahui mana yang asli dan mana bagian yang bukan asli, atau mana yang asli dan mana yang campuran. Lalu kata fitnah akhirnya digunakan untuk segala macam cobaan berupa kebaikan maupun keburukan (al-Anbiya/21:35). Harta dan anak-anak adalah fitnah yang bisa menjerumuskan seseorang ke neraka karena salah urus (at-Tagabun/64:15). Hanya saja pemakaian kata fitnah lebih banyak diperuntukan pada hal keburukan. Dari pengertian etimologis bisa diambil pengertian bahwa fitnah adalah satu cobaan, seseorang dihadapkan pada satu keadaan yang demikian besar yang bisa menggoncangkan sendi-sendi keimanannya. Oleh karena itu, menganiaya orang Islam  agar mereka berpaling dari agama mereka adalah fitnah, inilah disebut oleh Al-Qur'an bahwa fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan (al-Baqarah/ 2:191). Syirik juga disebut fitnah (al-Ahzab/33:14). Membuat orang lain ragu tentang kebenaran agama islam adalah juga fitnah (Ali-Imran/3:7)



Munasabah
          Dalam ayat-ayat yang lalu dijelaskan kewajiban hijrah untuk menegakkan agama serta mengecam mereka yang meninggalkan kewajiban hijrah dari negeri yang menindas gerakan Islam. Maka dalam ayat-ayat ini diterangkan hukum-hukum orang yang bepergian untuk jihad atau hijrah di jalan Allah bilamana mereka hendak menunaikan ibadah shalat dan mereka takut diserang musuh.

Tafsir
          Dalam ayat ini dijelaskan bahwa dibenarkan umat islam menunaikan fardhu shalat qasar (qasar) pada waktu dia dalam perjalan, baik dalam keadaan aman atau dalam ancaman musuh. Salat dalam perjalanan yang aman disebut sholat safar. Pada sholat safar yang terdiri dari empat rakaat: zuhur, asar, dan isya' diqasar menjadi dua rakaat. Magrib dan subuh tidak diqasar. Syarat mengqasar sholat safar ialah perjalanan yang jauhnya diukur dengan perjalanan kaki selama tiga hari tiga malam. Menurut Imam Syafi'i, perjalanan dua hari atau 89 km. Menurut perhitungan mazhab Hanafi 3 farsakh (18). Sedangkan menurut pendapat lain, kebolehan mengqasar sholat tidak terikat dengan ketentuan jauh jarak tetapi asal sudah dinamai safar, boleh mengqasar.

 Menurut tafsir Al-Misbah ayat ini merupakan dasar tentang bolehnya shalat qasar dalam perjalanan baik dalam keadaan takut maupun tidak. dikatakan dalam ayat: “Jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” shalat khauf ini diterangkan dalam ayat berikut.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. (An-Nisa' 4:102)


Tafsir
          Dalam ayat ini dijelaskan cara salat khauf, yaitu bilamana Rasulullah berada dalam barisan kaum Muslimin dan beliau hendak salat bersama pasukannya, maka lebih dahulu beliau membagi pasukannya menjadi dua kelompok. Kelompok pertama salat bersama Rasul sedang kelompok kedua tetap ditempatnya menghadapi musuh sambil melindungi kelompok yang sedang salat. Kelompok yang sedang salat ini diharuskan menyandang senjata dalam salat untuk menjaga kemungkinan musuh menyerang dan agar mereka tetap waspada. Bilamana kelompok pertama ini telah menyelesaikan rakaat pertama hendaklah mereka pergi menggantikan kelompok kedua, dan Nabi menanti dalam salat. Kelompok kedua ini juga harus menyandang senjata bahkan harus lebih bersiap siaga. Nabi salat dengan kelompok kedua ini dalam rakaat kedua. Sesudah rakaat kedua ini beliau membaca salam, kemudian masing-masing kelompok menyelesaikan satu rakaat lagi dengan cara bergantian. Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata:
صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الخوف بإحدي الطائفتين ركعة والطائفة الأخرى مواجهة الالعدو ثم انصرفوا وقاموا مقام أصحابهم مقبلين على العدو وجاء أولئك ثم صلى بهم النبي صلى الله عليه وسلم ركعة ثم سلم ثم قضى هؤلااء ركعة وهؤلااء ركعة
“Nabi saw mengerjakan solat khauf dengan salah saru antara dua kelompok satu rakaat, sedang kelompok lainnya menghadapi musuh. Kemudian kelompok pertama pindah menempati kelompok teman-teman mereka sambil menghadapi musuh, lalu datanglah kelompok kedua dan salat di belakang nabi satu rakaat pula kemudian membaca salam. Kemudian masing-masing kelompok menyelesaikan salatnya satu rakaat lagi.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dan Ibnu ‘Umar)
 Ayar ini menjadi dasar salat khauf. dalam ayat ini Allah swt menjelaskan alasan kaum Muslimin salat menyandang senjata dalam salat khauf, yaitu bila musuh yang berada tidak  jauh dari mereka, maka pada saat itulah pasukan kafir dapat menggempur mereka. Kemudian Allah menerangkan bilamana pasukan itu mendapat kesusahan karena hujan atau sakit atau kesulitan lain maka membawa senjata dalam salat khauf dibolehkan walaupun tidak disandang. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan terhadap orang-oran kafir yaitu kekalahan yang mereka alami.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa' 4:103)

Kosakata: مَّوْقُوتًا
          Mauqutan terambil dari kata waqt/waktu. Dari segi bahasa, kata ini digunakan dalam arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan satu pekerjaan. Setiap salat  mempunyai waktu dalam arti ada masa ketika seseorang harus menyelesaikannya. Apabila masa itu berlalu, pada dasarnya berlalu juga waktu salat itu. Ada juga yang memahami kata ini dalam arti kewajiban yang bersinambung dan tidak berubah sehingga firman-Nya melukiskan salat sebagai ( كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا ) berarti salat adalah kewajiban yang tidak berubah, selalu harus dilaksanakan, dan tidak pernah gugur apapun sebabnya. Pendapat inilah yang kemudian menganggap mengapa perintah shalat setelah mengalami kedaan darurat harus dilakukan.

Tafsir
          Sesudah itu Allah memerintahkan apabila salat khauf itu selesai dikerjakan dengan cara yang telah diterangkan itu, maka hendaklah pasukan Islam itu mengingat Allah SWT terus menerus dalam segala keadaan. Lebih-lebih lagi mereka harus menyebut nama Allah pada saat mereka berada dalam ancaman musuh. Allah SWT akan menolong mereka selama mereka menolong agama Allah. Hendaklah mereka mengucapkan tahmid dan takbir ketika berdiri di medan pertempuran, atau ketika duduk memanah musuh atau ketika berbaring karena luka-luka. Segala penderitaan lahir dan batin itu akan lenyap jika jiwa sudah diisi penuh dengan zikir kepada Allah SWT. Di waktu damaipun kaum muslimin harus terus ingat dan berzikir kepada Allah SWT.

Orang beriman setiap saat berada di dalam pertempuran. Pada suatu saat dia berperang dengan musuh pada saat yang lain dia bertempur melawan hawa nafsunya. Demikianlah berzikir mengingat Allah itu diperintahkan Setiap saat karena dia mendidik jiwa, membersihkan rohani dan menanamkan kebesaran Allah SWT ke dalam hati. Bila peperangan sudah usai, ketakutan sudah lenyap dan hati sudah tenteram, hendaklah dilakukan salat yang sempurna rukun dan syaratnya. Karena salat adalah suatu kewajiban bagi orang-orang mukmin dan mereka wajib memelihara waktunya yang telah ditetapkan. Paling kurang lima kali dalam sehari semalam orang Islam bersalat agar dia selalu ingat kepada Tuhannya sehingga meniadakan kemungkinan terjerumus ke dalam kejahatan dan kesesatan. Bagi orang yang ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah waktu lima kali itu dipandang sedikit, maka dia menambah lagi dengan salat salat sunah di waktu-waktu yang telah ditentukan dalam agama. 

وَلَا تَهِنُوا۟ فِى ٱبْتِغَآءِ ٱلْقَوْمِ ۖ إِن تَكُونُوا۟ تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nisa' 4:104)



Tafsir
          Kemudian Allah menerangkan bahwa sesudah selesai pasukan Islam menunaikan ibadah salat, haruslah dia siap kembali menghadapi musuh. Jangan ada sedikitpun rasa gentar dalam mengepung musuh. Dalam peperangan jika tidak menyerang pasti diserang. Pada ayat ini sebenarnya ada perintah untuk menyerang musuh, karena semangat tempur si penyerang lebih tinggi dari pada yang diserang. Karenanya Allah memerintahkan supaya pasukan Islam berada di pihak yang menyerang. Kesudahan suatu peperangan ialah penderitaan, dan penderitaan bukan saja bagi si penyerang bahkan juga bagi yang diserang. Firman Allah SWT: 

إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ

“jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa.” (Ali ‘Imran 3:140)

Jika musuh yang diserang sabar menahan derita, mengapa si penyerang tidak sabar? Pasukan Islam patut lebih sabar dan lebih tabah dari orang kafir karena mereka mempunyai harapan dari Allah SWT yang tidak dipunyai oleh orang kafir. Allah menjanjikan kepada mujahid Islam sekurang-kurangnya memperoleh satu dari dua keberuntungan. Yaitu mereka memperoleh kemenangan dalam pertempuran atau surga bagi yang syahid. Janji Allah ini mendorong setiap pejuang Islam yang penuh dadanya dengan iman untuk berjuang lebih gigih, lebih sabar dan lebih berani. Allah Maha Mengetahui segala apa yang bermanfaat bagi agama dan bagi kaum Muslim in. Dia tidak akan memikulkan beban di luar kesanggupan mereka, karena Dia Maha Bijaksana sesuai dengan ilmu dan kebijaksanaan Nya yang maha luas, maka keuntungan pasti di pihak yang benar dan kehancuran pasti di pihak yang batil. 


Daftar Pustaka

Kementrian Agama RI. Al-Qur’an Dan Tafsirnya jilid 4. Jakarta: Lembaga    Percetakan Al-Qur’an Kementrian Agama, 2010


Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah volume 5. Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2012

Makalah Penyusunan Proposal Penelitian


I
PENDAHULUAN
Proposal penelitian memegang peranan penting dalam rangka pengembangan ilmu dan pemecahan masalah. Proposal penelitian ditulis untuk kepentingan penyelesaian skripsi, tesis, atau disertasi maupun untuk sebuah proyek, perlu mendapatkan persetujuan dari pembimbing, suau badan atau lembaga dan panitia, dan lembaga penyandang dana apabila proposal itu untuk kepentingan proyek.

Proposal atau rancangan atau istilah lainnya adalah research design merupakan tahap perlakuan sebelum eksperimen. Kegiatan merencanakan itu mencakup komponen-komponen penelitian yang diperlukan, Seorang peneliti yang akan melaksanakan penelitian harus mengadakan persiapan, baik persiapan fisik, administratif, maupun persiapan secara teoritis. Peneliti harus membuat keputusan-keputusan tentang persiapan-persiapan yang diadakan tersebut. Untuk itu peneliti perlu membuat proposal penelitian sebelum melakukan penelitian. Berikut ini adalah pemaparan kami yang berkaitan dengan penyusunan proposal penelitian.


II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN PROPOSAL

Secara umum, pengertian proposal adalah sebuah tulisan yang dibuat oleh penulis yang bertujuan untuk menjabarkan atau menjelasan sebuah maksud kepada pembaca yang ditentukan (baik pribadi maupun lembaga) sehingga mereka memperoleh pemahaman mengenai maksud penulis tersebut lebih mendetail. Pada tulisan kali ini penulis ingin menjabarkan tentang "Proposal Penelitian".

Proposal Penelitian dalam dunia ilmiah (pendidikan) yang disusun oleh seorang peneliti atau mahasiswa yang akan membuat penelitian (skripsi, tesis, disertasi). Dalam dunia ilmiah, proposal adalah suatu rancangan desain penelitian (usulan penelitian) yang akan dilakukan oleh seorang peneliti tentang suatu bahan penelitian. Bentuk “Proposal Penelitian” ini, biasanya memiliki suatu bentuk, dengan berbagai standar tertentu seperti penggunaan bahasa, tanda baca, kutipan dll.

Komponen dasar yang harus ada pada setiap proposal penelitian adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan teori dan metode penelitian. Dalam menulis proposal penelitian, semua komponen yang merupakan bagian dari proposal mulai dari pendahuluan hingga ke biodata peneliti, harus ditulis dan di.jelaskan dengan baik. Sehingga mudah dipahami oleh pemeriksa / reviewer. Dalam menulis proposal maka harus dipertimbangkan bahwa untuk menginformasikan tentang masalah penelitian dan tentang peneliti selengkap mungkin. 

A. Latar Belakang

Latar belakang merupakan alasan dan argumentasi yang kuat dilakukanya proses penelitian . Penulis perlu mengungkapkan fakta-fakta yang sudah terjadi dan menjadi landasan dilakukannya penelitian. Latar belakng memuat gambaran tema permasalahan di lokasi penelitian yang akan dibahas dan berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan, diuraikan dari masalah yang luas ke arah masalah yang khusus. Oleh karena itu diperlukan data studi awal di lokasi tempat penelitian. 


Ada 4 kriteria latar belakang yang baik:
1.                 Adanya “seriousness of problem”,
2.                 Adanya “sense of urgency” ( masalah yang harus segera ditangani
3.                 Adanya “political will” (kebijaksanaan dari organisasi atau politis
4.                 Adanya “manage – ability” ( direkomendasikan oleh pihak manajemen ).
Latar belakang ini juga harus mampu menjawab pertanyaan “mengapa memilih topik tersebut”
         
B. Batasan Masalah

Batasan-batasan dalam suatu penelitian diperlukan agar ruang lingkup masalah tidak meluas. Batasan-batasan ini terkait dengan keterbatasan dana, waktu, tenaga, pengumpulan data dan analisisnya, serta relevansi kualifikasi peneliti dengan permasalahan yang akan dibahasnya. Misalkan saja dalam penelitian tentang aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Secara umum ada 10 macam aktivitas belajar siswa, tetapi tentunya tidak semua terkait erat dengan pembelajaran matematika, sehingga peneliti dapat membatasi permasalahan dengan memilih beberapa aktivitas saja yang benar-benar relevan dengan pembelajaran matematika, misalnya aktivitas  visual, oral dan mental.

C. Perumusan

Perumusan masalah merupakan pemetaan variabel-variabel yang terkait dengan fokus masalah. Tidak semua variabel hasil identifikasi dari masalah melatarbelakangi atau terkait dengan fokus masalah, maka perlu diadakan perumusan masalah. 
Ada beberapa kondisi yang bisa di lakukan untuk membuat rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:  
1.      Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
2.      Rumusan masalah hendaknya jelas dan padat
3.      Rumusan masalah berisi implikasi adanya data untuk memecahkan  masalah
4.      Rumusan masalah merupakan dasar membuat hipotesis
    5.      Masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian

Cara untuk memformulasikan masalah: 
1.    Dengan menurunkan masalah dari teori yang telah ada, seperti masalah pada penelitian eksperimental. 
2.   Dari observasi langsung dilapangan, seperti yang sering dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi. Jika masalah diperoleh dilapangan,maka sebaiknya juga menghubungkan masalah tersebut dengan teori-teori yang telah ada, sebelumnya masalah tersebut diformulasikan. Ini bukan berarti bahwa  dalam memilih penelitian yang tidak didukung oleh suatu teori tidak berguna sama sekali. Karena ada kalanya penelitian tersebut dapat menghasilkan dalil-dalil dan dapat membentuk sebuah teori.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan arah dari suatu penelitian. Tujuan penelitian harus disesuaikan dengan rumusan masalah. Bila permasalahan mempertanyakan hal-hal yang belum diketahui, maka tujuan merinci apa saja yang ingin diketahui, sehingga jika permasalahan sudah terjawab maka tujuan penelitian sudah tercapai. Dalam beberapa penelitian dimana permasalahannya sangat sederhana terlihat bahwa tujuan sepertinya merupakan pengulangan dari rumusan masalah, hanya saja rumusan masalah dinyatakan dengan pertanyaan, sedangkan tujuan dituangkan dalam bentuk pernyataan yang biasanya diawali dengan kata ingin mengetahui. Tetapi bila permasalahannya relatif komplek, permasalahan ini menjadi lebih jelas terjawab bila disusun sebuah tujuan penelitian yang lebih tegas yang memberikan arah bagi pelaksanaan penelitian. Intinya adalah pemyataan singkat mengenai tujuan penelitian. Penelitian dapat bertujuan untuk menjajaki, menguraikan, menerangkan, membuktikan atau menerapkan suatu gejala, konsep atau dugaan atau membuat suatu prototipe.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian berisikan tentang sumbangan yang dapat diberikan dari hasil penelitian bagi pengembangan ilmu dan teknologi, bagi pengambil kebijakan, bagi lembaga tempat penelitian, dan bagi peneliti sendiri. Apa yang terkandung dalam tujuan dan manfaat penelitian, nantinya harus benar-benar tampak, baik pada hasil penelitian dan pembahasannya, maupun pada kesimpulan dan saran.

F. Hipotesis

Hipotesis adalah usulan keterangan untuk gejala. Persyaratan untuk membuat hipotesis yang baik yaitu:

·  Berupa pernyataan yang mengarah pada tujuan penelitian dan dirumuskan dengan jelas.
·  Berupa pernyataan yang dirumuskan dengan maksud untuk dapat diuji secara empiris. Menunjukkan dengan nyata adanya hubungan antara dua variabel atau lebih. 
·  Berupa pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teori-teori yang lebih kuat dibandingkan dengan hipotesis rivalnya dan didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau hasil penelitian yang relevan.

Ciri-ciri hipoptesis
Sebuah hipotesis atau dugaan sementara yang baik hendaknya mengandung beberapa hal. Hal – hal tersebut diantaranya :
1.                 Hipotesis harus mempunyai daya penjelas
2.                Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antara   variabel-variabel-variabel.
3.                 Hipotesis harus dapat diuji
4.                 Hipotesis hendaknya konsistesis dengan pengetahuan yang sudah ada.
5.                 Hipotesis hendaknya dinyatakan sesederhana dan seringkas mungkin.

Berikut ini beberapa penjelasan mengenai Hipotesis yang baik:

·  Hipotesis harus menduga Hubungan diantara beberapa variabel
Hipotesis harus dapat menduga hubungan antara dua variabel atau lebih, disini harus dianalisis variabel-variabel yang dianggap turut mempengaruhi gejala-gejala tertentu dan kemudian diselidiki sampai dimana perubahan dalam variabel yang satu membawa perubahan pada variabel yang lain.

·  Hipotesis harus Dapat Diuji
Hipotesis harus dapat di uji untuk dapat menerima atau menolaknya, hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data-data empiris.

·  Hipotesis harus konsisten dengan keberadaan ilmu pengetahuan-
Hipotesis tidak bertentangan dengan pengetahuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam beberapa masalah, dan terkhusus pada permulaan penelitian, ini harus berhati-hati untuk mengusulkan hipotesis yang sependapat dengan ilmu pengetahuan yang sudah siap ditetapkan sebagai dasar. Serta poin ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk memeriksa literatur dengan tepat oleh karena itu suatu hipotesis harus dirumuskan bedasar dari laporan penelitian sebelumnya.
·  Hipotesis Dinyatakan Secara Sederhana
Suatu hipotesis akan dipresentasikan kedalam rumusan yang berbentuk kalimat deklaratif, hipotesis dinyatakan secara singkat dan sempurna dalam menyelesaikan apa yang dibutuhkan peneliti untuk membuktikan hipotesis tersebut.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian memuat : jenis penelitian, populasi dan sample penelitian, lokasi dan waktu penelitian, hubungan variable dan definisi operasional, instrumen penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, metode analisis data dan keterbatasan.
1. Jenis Penelitian
Berisi langkah-langkah yang akan diambil untuk membuktikan kebenaran hipotesis.
2.  Populasi Dan Sample
Berisi cara pengambilan sample, besar sample, cara pengumpulan sample, teknik penarikan sample. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek maupun obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi bukan hanya orang, tetapi semua benda yang memiliki sifat atau cirri yang bisa diteliti. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
3.     Lokasi Dan Waktu Penelitian
Berisi mengenai tempat / lokasi penelitian beserta waktu yang dipergunakan melakukan penelitian.
4.     Variabel
Berisi keterangan tentang variable atau factor yang diamati atau diteliti dalam suatu penelitian.
5.     Devinisi operasional
Menjelaskan bagaimana suatu variable akan diukur serta alat ukur apa yang digunakan untuk mengukurnya. Definisi ini mempunyai implikasi praktis dalam proses pengumpulan data. Definisi operasional mendiskripsikan variable sehingga bersifat spesifik (tidak berintegrasi ganda), terukur, menunjukkan sifat atau macam variable sesuai dengan tingkat pengukurannya dan menunjukkan kedudukan variable dalam kerangka teoritis.
6.     Teknik Pengumpulan Data
Berisi cara pengumpulan data yang dapat berupa data primer maupun data sekunder. Berdasarkan caranya pengumpulan data dapat berupa observasi, wawancara langsung, angket, pengukuran / pemeriksanaan.
7.     Instrument Penelitian
Instrument ( alat ukur ) penelitian dapat berupa kuesioner, cek list yang digunakan sebagai pedoman observasi dan wawancara atau angket.
8.     Teknik Pengolahan Data
Berisi cara pengolahan data yang akan dilakukan peneliti sehingga data hasil penelitian dapat menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian.
9.     Metode Analisis Data
Metode analisa data menjelaskan bagaimana seorang peneliti mengubah data hasil penelitian menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian. Kegiatan analisa data ini meliputi : persiapan, tabulasi dan aplikasi data. Pada tahap analisa data inidapat menggunakan uji statistik jika memang data dlam penelitian tersebut harus diuji dengan uji statistik.
10.             Keterbatasan
Dalam setiap penelitian pasti mempunyai kelemahan-kelemahan dimana kelemahan tersebut ditulis dalam keterbatasan. Dalam bab ini disajikan keterbatasan peneliti secara teknis yang mungkin mempunyai dampak secara metodologis maupun substantif, seperti : keterbatasan pengambilan sampel, keterbatasan jumlah sampel, keterbatasan instrumen penelitian, keterbatasan waktu dan sebagainya.
H. Daftar Pustaka
Daftar Pustaka merupakan keterangan tentang bacaan yang dijadikan sebagai bahan rujukan dari penulisan skripsi. Dalam daftar pustaka dapat dimasukkan tentang pustaka dari buku teks, jurnal, artikel, internet atau kumpulan karangan lain.
I.    Lampiran
Lampiran memuat : keterangan atau informasi yang diperlukan pada pelaksanaan penelitian seperti : peta, surat penelitian, kuesioner, atau data lain yang sifatnya melengkapi usulan atau proposal penelitian.
   
Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 1992

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2012

http://sisfo.itp.ac.id/bahanajar/bahanajar/Anrinal/METODE%20RISET/Materi%20Ajar%20%28Pdf-version%29/BAB%20VI%20Proposal%20Penelitian.pdf